Beranda | Artikel
Memetik Hikmah Kehidupan
Rabu, 2 Desember 2015

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji bagi Allah, Rabb seru sekalian alam. Salawat dan salam bagi hamba dan utusan-Nya nabi kita Muhammad, para sahabatnya, dan segenap pengikut setia mereka.

Amma ba’du.

Tidaklah samar bagi setiap muslim, bahwa kehidupan merupakan ladang amal dan medan penghambaan kepada Allah. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah dalam ayat (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat : 56)

2015-08-16 12.26.02

Beribadah kepada Allah mengandung bentuk kecintaan dan pengagungan. Kecintaan kepada Dzat yang telah memberikan nikmat dan menciptakan kehidupan. Ibadah yang berlandaskan harapan dan takut kepada-Nya. Dengan ibadah itulah seorang hamba akan mengatasi berbagai bentuk ujian. Ujian yang akan membuktikan; siapakah yang terbaik amalnya diantara mereka. Allah berfirman (yang artinya), “Yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian; siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya.” (Al-Mulk : 2)

Kehidupan hanya akan membawa kerugian tanpa bekal iman dan amal salih. Oleh sebab itu, sudah semestinya setiap insan menyadari betapa pentingnya iman dan amal salih dalam kehidupan. Tanpa keduanya, perjalanan waktu hanya akan menyeretnya ke dalam kesengsaraan. Allah telah berfirman (yang artinya), “Demi waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam menetapi kesabaran.” (Al-‘Ashr : 1-3)

Kehidupan, waktu, dan kesempatan adalah nikmat yang sangat besar dan sering dilupakan oleh banyak orang, terlebih para pemuda dan remaja. Padahal, dengan nikmat-nikmat inilah segudang pahala akan bisa diraih olehnya; yaitu apabila ia memanfaatkannya dengan baik dan sebagaimana mestinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua buah nikmat yang kebanyakan orang tertipu oleh keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Lihatlah orang yang memanfaatkan masa mudanya dengan ketaatan dan ibadah serta amal salih. Maka kemuliaan dan keutamaan diberikan oleh Allah kepada mereka. Sebagaimana dikisahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai tujuh golongan yang diberi naungan oleh Allah pada hari tiada naungan kecuali naungan dari-Nya. Salah satu diantara mereka itu adalah, “Seorang pemuda yang tumbuh di dalam ketaatan beribadah kepada Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tumbuh di atas ketaatan beribadah bukanlah perkara yang remeh dan sepele. Apalagi bagi para pemuda yang hidup di lingkungan yang penuh dengan hal-hal yang menjauhkan mereka dari iman dan amal salih. Hidup pada masa yang penuh dengan terpaan fitnah dan kerusakan. Pada kondisi semacam itu teguh beribadah dan istiqomah di atas sunnah adalah kenikmatan yang sangat besar dari Allah jalla wa ‘ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Beribadah dalam keadaan kacau/fitnah berkecamuk seperti berhijrah kepadaku.” (HR. Muslim)

Ibadah kepada Allah dengan iman dan amal salih merupakan sebaik-baik bekal dan sebesar-besar pondasi dalam bangunan kehidupan insan. Keimanan yang berakar dari dalam hati dan menghiasi lisan dan perbuatan. Seperti sebuah pohon yang indah dan kokoh; akarnya kuat terhunjam dan cabang-cabangnya menjulang tinggi di langit.

Keimanan yang tegak di atas pokok tauhid dan keikhlasan. Keimanan yang tidak tercampuri oleh noda syirik dan kekafiran. Keimanan seperti itulah yang dikehendaki oleh Allah. Sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih, dan janganlah dia mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apa pun.” (Al-Kahfi : 110)

Tauhid dan keikhlasan adalah asas kebahagiaan dan pondasi kesuksesan. Tanpa ikhlas dan tauhid maka kegagalan dan penyesalan yang akan ditemukan. Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Maukah Kami kabarkan kepada kalian mengenai orang-orang yang paling merugi amalnya; yaitu orang-orang yang sia-sia usahanya dalam kehidupan dunia sementara mereka menyangka telah berbuat dengan sebaik-baiknya.” (Al-Kahfi : 103-104)

Tanpa tauhid dan keikhlasan maka amal-amal dan kebaikan menjadi sirna, bak debu-debu yang beterbangan, sia-sia. Allah ta’ala berfirman mengenai hal itu (yang artinya), “Dan Kami hadapi segala amal yang dahulu telah mereka kerjakan, kemudian Kami jadikan ia bagai debu-debu yang beterbangan.” (Al-Furqan : 23)

Tauhid adalah mengesakan Allah dalam beribadah. Tauhid adalah beribadah kepada Allah semata dan mengingkari segala peribadatan kepada selain-Nya. Tauhid bukan semata-mata meyakini Allah sebagai pencipta dan pemberi rizki. Lebih daripada itu, tauhid merupakan penghambaan kepada Allah dan meninggalkan segala bentuk sesembahan selain-Nya. Itulah yang menjadi inti daripada ibadah dan pondasi amalan. Allah berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apa pun.” (An-Nisaa’ : 36)


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/memetik-hikmah-kehidupan/